Selasa, 12 Januari 2010

Kota Tua Jakarta

Posted by Febrianty Lumban Gaol 0 comments
Kota Tua Jakarta

Museum Sejarah Jakarta

NamaBangunan Baru :

Museum Sejarah Jakarta

Nama Bangunan Lama :

Batavia Stadhuis (Balaikota)

Alamat :

Jl. Taman Fatahillah No.1 Kel. Pinangsia Kec. Taman Sari Jakarta Barat (Jakarta 11110) Telp. (021) 6929101, Fax. (021) 6902387

Pemilik :

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

Arsitektur :

Gaya Klasisme dan Closed Dutch

Arsitek :

W.J. Van de Velde

Kontraktor :

J. Kemmer (kepala tukang kayu)

Golongan :

A

Luas :

lebih dari 1.300 meter persegi

Jam Buka :

Selasa s.d Minggu : 09.00 – 15.00 Wib

Senin atau hari Besar : Tutup/P>


Sejarah Kota Tua Jakarta

Sejarah kota tua bermula dari Sunda Kelapa di seputar abad 12 kemudian berganti nama menjadi Jayakarta pada 1527, berubah lagi menjadi Batavia pada 1619 di masa VOC, dan terakhir Jakarta pada 1942.

Sejarah panjang itu bermula di kawasan yang kini disebut kawasan lama atau kawasan bersejarah atau kota tua. Seluruh kawasan tempat di mana Batavia berawal ini ditetapkan sebagai situs dan dilindungi oleh SK Gubernur DKI Jakarta No 475/1993 mengenai bangunan cagar budaya di DKI Jakarta yang harus dilestarikan.

Menurut Candrian Attahiyat, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kota Tua, sesuai Peraturan Gubernur No 34 Tahun 2006 tentang penguasaan, perencanaan, penataan kota tua, luas kawasan bersejarah atau kota tua Jakarta adalah 846 hektar. Batas sebelah Selatan adalah Gedung Arsip, batas Utara adalah Kampung Luar Batang, batas Timur Kampung Bandan, dan batas Barat di Jembatan Lima.

Di kawasan itu saja ada lebih dari 200 bangunan tua yang dimiliki BUMN, DKI Jakarta, swasta, dan perseorangan.

Selain empat museum milik DKI Jakarta, Museum Sejarah Jakarta yang menempati bekas gedung balai kota di masa Batavia; Museum Wayang; Museum Seni Rupa dan Keramik; dan Museum Bahari, kawasan ini juga memiliki dua museum perbankan, Museum Bank Mandiri dan Museum Bank Indonesia.

Di seputaran bekas pusat Batavia, ada bangunan Stasiun Jakarta Kota atau Beos yang pembangunannya kelar pada 1929. Menyusur kanal membayangkan awal abad 19 di mana kawasan Kali Besar tenar sebagai pusat bisnis, bisa jadi alternatif lain. Bangunan-bangunan tua di sisi kiri dan kanan kanal menjadi saksi sebagain sejarah Jakarta.

Lebih ke Utara, ada sisa tembok Batavia, ada pula kampung yang seharusnya tetap lestari sebagai Kampung Tugu. Kampung ini masuk sebagai kawasan yang dilestarikan dalam SK Gubernur DKI No 475/1993. Disebut demikian karena, menurut Adolf Heuken, penulis sejarah Jakarta, di kawasan ini ditemukan Prasasti Tugu - peninggalan arkeologis tertua yang membuktikan pengaruh Hindu di Jawa Barat.

Di kampung ini pula para mardijkers - tahanan yang sudah dibebaskan, dimerdekakan oleh Belanda - tinggal. Mereka kebanyakan keturunan Portugis.

Gereja Tugu yang pertama kali dibangun pada 1670-an, masih berdiri di sana. Kampung ini juga menyimpan warisan kuliner seperti dendeng tugu dan pindang srani tugu yang semua sudah punah bersama punahnya Kampung Tugu. Kampung yang harusnya lestari seperti apa adanya, kini hanya menyisakan keroncong tugu. Selebihnya, kini kawasan itu jadi tempat antrean truk konteiner.

Untuk menyasar wisata kuliner, kota tua masih memiliki kawasan yang paling beken. Kawasan itu tak lain adalah Pancoran, Glodok. Ingin ke pulau, bergeser sedikit ke Teluk Jakarta ada Kepulauan Seribu dengan Taman Arkeologi Pulau Onrust - pulau yang sibuk/tak pernah istirahat - yang terdiri atas Pulau Onrust, Cipir, Kelor, dan Bidadari.

Sejarah Museum Sejarah Jakarta

Tahun 1937 yayasan Oud Batavia mengajukan rencana untuk mendirikan sebuah museum mengenai sejarah Batavia. Yayasan kemudian membeli gudang perusahaan Geo Wehry & Co yang terletak di Jl. Pintu Besar Utara No. 27 atau gedung Museum Wayang sekarang. Gudang tersebut dibangun kembali sebagai Oud Batavia Museum atau Museum Batavia Lama dan pada tahun 1939 dibuka untuk umum. Pada masa kemerdekaan Indonesia, nama museum berubah nama menjadi Museum Djakarta Lama dibawah naungan Lembaga Kebudayaan Indonesia. Tahun 1968 Museum Jakarta Lama diserahkan kepada Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan pada tanggal 30 Maret 1974 oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, museum diresmikan menjadi Museum sejarah Jakarta (Jakarta History Museum).

Sejarah Gedung Museum Sejarah Jakarta

Gedung Museum Sejarah Jakarta (Jakarta History Museum) pada jaman VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) merupakan gedung Staadhuis atau Balai Kota. Gedung Balai Kota Batavia ini didirikan tahun 1620 oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen, pendiri Batavia. Pada tanggal 25 Januari 1707 gedung Balai Kota lama dibongkar dan dibangun Gedung Balai Kota seperti yang ada sekarang, dibawah pemerintahan Gubernur Jenderal Joan van Hoorn. Pembangunan diselesaikan dibawah pemerintahan Gubernur Jenderal Abraham Van Riebeeck pada tanggal 10 Juli 1710. Selain sebagai Staadhuis atau Balai Kota, gedung ini juga menjadi Raad Van Justitie atau Dewan Pengadilan yang menangani berbagai perkara pidana dan perdata di kota Batavia. Bagi para terdakwa suatu perkara yang akan diadili diharuskan mendekam dalam penjara bawah tanah dengan tangan dirantai. Bagi yang terbukti melakukan kejahatan atau dianggap memberontak terhadap pemerintahan Belanda maka salah satu hukuman yang diberlakukan adalah hukuman gantung didepan Staadhuis. Seperti umumnya gedung Balai Kota di Eropah yang dilengkapi lapangan, staadhuis ini juga memiliki lapangan dengan nama Stadhuisplein. Tahun 1973 Pemerintah DKI Jakarta mengganti nama lapangan Stadhuisplein menjadi Taman Fatahillah untuk mengenang panglima Fatahillah pendiri kota Jakarta.

Koleksi

Koleksi Museum Sejarah Jakarta (Jakarta History Museum) mencapai 23.500 barang koleksi yang berasal dari warisan Oud Batavia Museum atau Museum Jakarta Lama, pemerintah daerah DKI Jakarta, sumbangan baik perorangan maupun institusi. Bahan material koleksi beragam, baik sejenis maupun campuran, meliputi logam, batu, kayu, kaca, kristal, gerabah, keramik, porselin, kain, kulit, kertas dan tulang. Koleksi Museum Sejarah Jakarta (Jakarta History Museum) diantaranya, Sketsel, pedang eksekusi, lemari arsip, lukisan, peralatan masyarakat pra-sejarah, prasasti, dan senjata. Umur koleksi ada yang mencapai lebih dari 1.500 tahun khususnya koleksi peralatan hidup masyarakat prasejarah seperti kapak batu, beliung persegi, kendi gerabah. Dibagian taman dalam museum dapat dilihat bekas penjara bawah tanah, patung Dewa Hermes, dan meriam Si Jagur.

Penjara Bawah Tanah

Penjara ini terletak dibawah gedung pada taman bagian dalam museum. Ruangannya berbentuk setengah lingkaran dan terkesan pengap dan gelap. Dinding penjara terbuat dari tembok beton dengan jendela jeruji besi dibagian depan. Masih terlihat kumpulan bola-bola besi seukuran bola Voli yang diikatkan pada kaki para tahanan.


Patung Dewa Hermes

Patung Dewa Hermes dalam mitologi Yunani merupakan Dewa keberuntungan, pelindung kaum pedagang, dan Dewa pengirim berita. Keberadaan patung Hermes dibagian taman dalam museum sejarah Jakarta (Jakarta History Museum) berasal dari pemberian keluarga Ernst Stolz sebagai tanda terimakasih kepada pemerintah Batavia atas kesempatan yang diperolehnya untuk berdagang di Hindia Belanda.

Meriam Si Jagur

Meriam Si Jagur dibuat di Macao. Meriam dibawa ke Malaka oleh armada Portugis yang saat itu menguasai Malaka. Tahun 1641 armada Belanda membawa meriam ke Batavia. Meriam Si Jagur memiliki berat 3,5 ton dan panjang badan 3,84 meter dengan diameter laras 25 sentimeter. Pada badan meriam terdapat tulisan “Ex me ipsa renata sum” yang berarti “dari diriku sendiri, aku dilahirkan lagi”. Ada yang berkeyakinan meriam Si Jagur sebagai lambang kesuburan dan hal ini kemungkinan disebabkan karena tulisan dan bentuk jari tangan yang ada pada badan meriam.







Museum Wayang

Gedung yang tampak unik dan menarik ini telah beberapa kali mengalami perombakan. Pada awalnya bangunan ini bernama De Oude Hollandsche Kerk ("Gereja Lama Belanda") dan dibangun pertamakali pada tahun 1640. Tahun 1732 diperbaiki dan berganti nama De Nieuwe Hollandse Kerk (Gereja Baru Belanda) hingga tahun 1808 akibat hancur oleh gempa bumi pada tahun yang sama. Di atas tanah bekas reruntuhan inilah dibangun gedung museum wayang dan diresmikan pemakaiannya sebagai museum pada 13 Agustus 1975. Meskipun telah dipugar beberapa bagian gereja lama dan baru masih tampak terlihat dalam bangunan ini.

Museum Wayang memamerkan berbagai jenis dan bentuk wayang dari seluruh Indonesia, baik yang terbuat dari kayu dan kulit maupun bahan-bahan lain. Wayang-wayang dari luar negeri ada juga di sini, misalnya dari Republik Rakyat Cina dan Kamboja. Hingga kini Museum Wayang mengkoleksi lebih dari 4.000 buah wayang, terdiri atas wayang kulit, wayang golek, wayang kardus, wayang rumput, wayang janur, topeng, boneka, wayang beber dan gamelan. Umumnya boneka yang dikoleksi di museum ini adalah boneka-boneka yang berasal dari Eropa meskipun ada juga yang berasal dari beberapa negara non-Eropa seperti Thailand, Suriname, Tiongkok, Vietnam, India dan Kolombia.

Selain itu secara periodik disenggelarakan juga pagelaran wayang pada minggu 2 dan ke 3 setiap bulannya. Pada tanggal 7 November 2003, PBB memutuskan mengakui wayang Indonesia sebagai warisan dunia yang patut dilestarikan.









 

You Smile I Smile ^(o.o)^ Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting